Musik sebagai Simbol
Kehidupan manusia didasarkan
pada simbol-simbol. Simbol tersebut berfungsi sebagai landasan bagi bahasa,
yang memungkinkan kita untuk mewariskan pengetahuan budaya dari satu generasi
ke generasi selanjutnya. Simbol-simbol juga digunakan dalam agama, yang
berkaitan dengan pertanyaan-pertanyaan penting mengenai makna kehidupan. Simbol
juga sangat penting di bidang seni, yang menempati kedudukan sentral dalam
lingkungan kehidupan kita dan dalam memelihara stabilitas emosional. Hanya
manusia yang mampu membuat simbol-simbol kompleks yang terdapat dalam bahasa,
agama, dan seni.
Simbol adalah istilah yang sulit untuk didefinisikan dengan jelas, karena
simbol digunakan dengan cara yang berbeda. Definisi simbol yang digunakan
secara luas dikemukakan oleh Charles S. Peirce (1960). Ia menganggap simbol
hanya sebagai salah satu dari tiga jenis tanda. Indeks adalah suatu
jenis tanda di mana terdapat suatu hubungan fisik antara tanda tersebut dan
maknanya (referen). Misalnya, petir berfungsi sebagai indeks yang menunjukkan
akan adanya badai. Jenis tanda yang kedua adalah ikon, yang ditandai
dengan kemiripan antara ikon tersebut dan referennya. Dalam hal ini gemuruh
bunyi drum yang menirukan suara badai merupakan sebuah ikon. Bila musik
berfungsi sebagai sebuah ikon, hubungannya sering dinamakan ikonisitas.
Peirce membatasi istilah “simbol” pada jenis tanda ketiga, di mana hubungan
antara tanda dan referennya sama sekali tidak jelas. Bendera yang menandakan
adanya badai di pantai merupakan simbol dalam pengertian ini. Makna sebagian
besar kata dalam bahasa juga termasuk jenis simbol ini. Namun demikian,
pandangan Peirce agak restriktif (terbatas) karena pandangan-pandangan yang
terkenal mengenai simbol dan definisi yang digunakan dalam psikologi menganggap
simbol sebagai sesuatu yang melambangkan sesuatu yang lain. Skema Peirce dapat
digunakan dalam membedakan indeks dengan ikon; simbol dalam pemahamannya
mengenai istilah tersebut dinyatakan sebagai “simbol yang tidak jelas”.1
Karena musik dapat menyampaikan makna mengenai berbagai hal lain, musik
sering berfungsi sebagai simbol. Suatu definisi simbol yang sangat
penting untuk membicarakan aspek-aspek simbolis musik adalah “benda, tindakan,
konsep atau bentuk-bentuk bahasa yang secara samar melambangkan berbagai makna
yang berbeda, memancing sentimen dan perasaan, dan mendorong manusia untuk
bertindak” (Cohen, 1974: Kata Pengantar). Musik dimasukkan dalam definisi ini
karena instrumen musik dan gelombang bunyi adalah benda, dan penciptaan musik
adalah tindakan. Karena musik adalah suatu simbol penting, tingkah laku yang
menciptakan musik dapat dianggap sebagai suatu bentuk tingkah laku simbolis.
Kesamaran dalam makna musik disebabkan oleh fakta bahwa pertunjukan atau bagian
musik yang sama bisa mengandung makna yang berbeda pada waktu yang sama.
Berbagai jenis simbol yang mengandung beberapa makna pada waktu yang sama
dinamakan simbol multivokalis (Turner, 1967).
Kesamaran simbol sangat
penting karena kesamaran ini memungkinkan orang memanipulasi makna simbolis
demi kepentingan mereka sendiri. Manipulasi ini sering berbentuk penyangkalan
(repudiasi) pesan yang diungkapkan melalui bentuk-bentuk seni yang diakui
secara umum. Kemungkinan praktek seperti ini, yang dinamakan repudiabilitas (Devereux,
1971: 204), memungkinkan pemain musik untuk mengekspresikan diri mereka
sendiri, namun bila diperlukan, dapat menyangkal suatu makna yang mungkin
menimbulkan ketidaknyamanan, rasa malu, atau bahkan pertentangan politik yang
serius. Musik sering menambahkan unsur repudiabilitas pada lirik lagu dengan
memungkinkan pemain musik untuk menyangkal keterlibatan dirinya dengan
kata-kata dalam lirik lagu tersebut, dengan alasan sekedar tertarik menikmati
nadanya. Misalnya, banyak lagu-lagu politik masyarakat Shona di Zimbabwe dapat
dijelaskan dengan mudah menurut keyakinan-keyakinan tradisional mengenai singa
atau burung. Lagu “Totamba nakashiri kamambo” secara harfiah berarti
“kami bermain dengan burung kecil kepala suku”. Lagu ini tidak ada artinya
sampai orang menyadari bahwa selama pemberontakan masyarakat Shona melawan
penjajah Eropa pada tahun 1896, “burung kecil kepala suku” berarti media roh
yang berpindah dari satu kepala suku ke kepala suku lain untuk mengkoordinir
perjuangan (Ranger, 1967). Dalam konteks perjuangan kemerdekaan tahun 1970-an
lagu tersebut memiliki makna yang sangat dalam, namun orang tidak mau
memberikan penjelasan yang akurat kepada orang asing.
Walaupun musik sebagai suatu
simbol diharapkan dapat menyampaikan makna, sebagai suatu bentuk ekspresi diri
musik tersebut kadang-kadang gagal menyampaikan makna tersebut. Istilah “ekspresi”
dan “komunikasi” tidak dapat disamakan, karena banyak orang menganggap kedua
istilah tersebut sama. Ekspresi berarti bahwa pikiran atau perasaan
telah dimasukkan ke dalam suatu jenis media; apakah pesan yang disampaikan
difahami atau tidak oleh orang lain tidak mempengaruhi tindakan ekspresi
tersebut. Komunikasi menyampaikan gagasan bahwa dua fihak dilibatkan,
yaitu pengirim dan penerima, dan bahwa suatu jenis pesan disampaikan di antara
mereka. Bila seniman, musisi, atau penari hanya mengutamakan pemberian bentuk
pada perasaan mereka, mereka pada dasarnya sedang mengekspresikan diri mereka
sendiri. Bila bentuk ekspresi tersebut tidak ada artinya bagi orang lain,
hasilnya hanya terbatas pada ekspresi saja. Sebaliknya, bila bentuk ekspresi
tersebut benar-benar mengandung makna bagi orang lain, hasilnya adalah ekspresi
dan komunikasi. Kadang-kadang pesan yang difahami oleh penerima tidak sama
dengan yang dimaksudkan oleh pengirim pesan, sehingga menimbulkan distorsi
(gangguan) komunikasi. Karena simbol-simbol di dalam seni sangat beragam,
pengirim mungkin memiliki sejumlah pesan, yang masing-masing bisa menghasilkan
komunikasi bila difahami oleh penerima. Pesan bisa melibatkan gagasan maupun
perasaan. Pesan atau informasi yang pada dasarnya merupakan gagasan atau konsep
difahami berdasarkan kognisi; komunikasi perasaan adalah masalah afeksi.2
Makna dalam musik terdapat
pada level kesadaran diskursif maupun praktis, dan juga pada level
ketidaksadaran. Makna suatu bagian musik berada pada level kesadaran diskursif
bila orang dapat menjelaskannya kepada orang lain. Sebaliknya, makna yang
dihasilkan dari kesadaran praktis ditandai oleh tiadanya kesadaran. Kegagalan
suatu masyarakat dalam mengungkapkan aspek-aspek makna tertentu dalam wacana
tidak selalu menunjukkan tiadanya karakteristik makna tersebut. Seringkali
satu-satunya cara untuk menentukan makna ini adalah penentuan makna yang
dilakukan oleh pengamat dari luar, yang mampu menyimpulkan makna dari analisa
tingkah laku di dalam kelompok masyarakat tersebut. Pengamat dari luar tersebut
tidak memiliki asumsi yang sering mengaburkan pandangan partisipan suatu
pertunjukan musik. Situasi ini agak mirip dengan peran tata bahasa dalam
bahasa. Anak kecil berusia empat dan lima tahun dapat menggunakan suatu bahasa dengan
baik, dan mengikuti aturan tata bahasa. Ketidakmampuan mereka mengungkapkan
aturan tersebut tidak berarti bahwa aturan tersebut tidak ada.
Karakteristik penting lainnya
dari simbolisme dalam musik adalah fakta bahwa makna dapat dikombinasikan
sehingga makna dari beberapa simbol secara bersama-sama berbeda dengan makna
masing-masing simbol. Kadang-kadang
jenis simbolisme seperti ini terdapat pada level yang berbeda. Level yang
paling sederhana adalah motif, yaitu suatu pola dasar melodi dan irama
yang terjadi secara berulang di dalam suatu bagian musik yang lebih besar.
Makna yang diberikan kepada motif terlihat jelas dalam Peter dan Srigala karya
Prokofiev, di mana tema yang berbeda diberikan pada karakter yang berbeda oleh
seorang narator. Tema-tema para tokoh tersebut kemudian dikombinasikan dengan
musik ketika berlangsung arak-arakan seluruh binatang. Dengan demikian, motif
yang berbeda dikombinasikan untuk menghasilkan simbolisme yang semakin
kompleks.
Dalam beberapa tradisi musik
lagu-lagu yang berbeda digabungkan untuk membentuk siklus lagu. Bentuk
simbolisme ini terlihat dalam musik yang digunakan oleh masyarakat Aborijin
Australia dalam upacara ritual yang berkaitan dengan mitos-mitos kuno. Mereka
menggunakan siklus lagu untuk menceritakan perjalanan legenda kuno, di mana
masing-masing lagu menggambarkan suatu perhentian dalalm perjalanan tersebut.
Setiap lagu memiliki makna sendiri, tapi masing-masing lagu juga memberikan
sumbangan bagi terbentuknya makna keseluruhan dari seluruh kegiatan tersebut.
Lagu-lagu ini dikoordinasikan dengan bagian-bagian ritual saat perjalanan
diceritakan kembali, seperti terlihat dalam uraian salah satu siklus:
Siklus lagu dimulai
di Ngawantzi dekat Puncak Linnekar, sebuah anak sungai dari Sungai Ord, daerah
dataran yang pernah disinggahi Abe. Dari sana anak sungai tersebut mengalir ke
sebuah tempat yang dinamakan Palangayi dan kemudian menuju ke Inverway (daerah
peternakan orang Eropa). Dari Inverway anak sungai tersebut mengalir menuju
Danau Nongra, di mana mahluk halus memperhatikan pohon-pohon kayu darah dan
menyanyi dengan tema mengenai pohon-pohon tersebut. Dari Danau Nongra Abe dan
mahluk halus tersebut berjalan menuju Walumaninpa, sekitar tigapuluh mil di
sebelah barat Puncak Hooker, dan di sana mahluk halus tersebut melihat
awan-awan di kejauhan dan menyanyi dengan tema mengenai awan-awan tersebut.
Dari sana mereka berjalan menuju Puncak Hooker, di mana mahluk halus tersebut
melihat rangkaian hutan yang lebat di sepanjang puncak di bagian selatan
pemukiman penduduk, dan menyanyi dengan tema mengenai hutan tersebut sampai ke
Tipitipul. Mereka kemudian berjalan menuju terowongan sembilan belas mil dan
menuju ke wakaRakaRa, sebuah daerah Kisaran Angin dekat terowongan tersebut
yang termasuk dalam wilayah suku Burindji dan Mudbura. Di sana mahluk halus
tersebut melihat sendiri seorang mahluk halus yang sudah mati ketika ia sedang
memburu seekor goanna, mahluk itu tinggal tulang kerangkanya saja. Karena Abe
sudah melihat ini maka mahluk halus tersebut mengajarinya lagu-lagu mengenai
kejadian tersebut. (Wild, 1975: 56)
Bagaimana
musik bekerja sebagai suatu jenis simbol menjadi lebih jelas dengan membedakan
cara-cara musik menyampaikan makna. Bila makna dirumuskan secara sengaja di
dalam musik oleh orang yang menciptakannya, hasilnya adalah makna denotatif.
Karena disengaja, makna seperti ini biasanya jelas, yang berarti bahwa makna
tersebut berada dalam level kesadaran diskursif para partisipan pertunjukan
musik. Musik juga menyampaikan makna konotatif, yang disimpulkan oleh
pendengar dari pengalaman dengan musik tersebut. Makna seperti ini sering merupakan hasil dari
kesadaran praktis, walaupun tidak selalu demikian. Perbedaan antara makna
denotatif dan konotatif tidak selalu jelas, tapi kesadaran mengenai kedua jenis
makna tersebut memberikan suatu kerangka untuk membicarakan berbagai cara
menyampaikan makna melalui musik.
(kaemmer)